Maha Suci Alloh, Dzat yang mengkaruniakan cinta dan kasih sayang kepada semua hamba-Nya.
Tidaklah cinta dan kasih sayang melekat pada diri seseorang, kecuali akan memperindah orang tersebut, tidaklah cinta dan kasih sayang terlepas dari diri seseorang, kecuali akan memperburuk dan menghinakan orang tersebut, jika kemampuan kita menyayangi orang lain tercabut, maka itulah biang dari segala bencana, karena cinta dan kasih sayang Alloh SWT hanya akan diberikan kepada orang-orang yang hatinya masih memiliki cinta dan kasih sayang. Cinta dan kasih sayang itu merupakan hal yang alami terjadi sepanjang masa, bahkan cinta yang dipandang dari beberapa segi dalam upaya mengutarakan makna cinta yang sesungguhnya, barangsiapa yang mencintai sesuatu maka dia akan banyak menyebut sesuatu itu dan dia pasti akan menjadi hamba sesuatu itu, barangsiapa mencintai Alloh, dia pasti akan selalu berdzikir kepada-Nya dan barang siapa mencintai-Nya, maka dia akan menjadi hamba-Nya, maka tanda utama seorang hamba yang mencintai Alloh adalah senantiasa mengikuti rosul-Nya, karenanya siapa yang paling mengikuti utusan Alloh maka ia akan menjadi orang yang paling taat kepada-Nya Alloh Azza wa Jalla (Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung), mereka itu mencintai Dzat yang memang patut dicintai, karenanya mereka itu mau meninggalkan apa yang dilarang, mereka juga tidak pernah menyombongkan diri. Lalu, kita semua, sudahkah mencintai Dzat yang memang patut dicintai? Sudahkah kita menyayangi Dzat yang agung karena sifat sayangnya? Kalau begitu mari kita terus berdzikir kepada-Nya.
Alloh menciptakan manusia dalam bentuknya yang sempurna, memiliki panca indra yang memungkinkan dirinya untuk merasakan dunia di sekelilingnya, membimbingnya menuju jalan yang benar, menciptakan air segar dan makanan yang berlimpah yang kesemuanya itu ditujukan untuk kesenangan manusia. Setiap orang yang berdoa dan berbuat baik disebut bersyukur kepada Alloh sebab orang-orang yang mengingkari nikmat Alloh pasti juga tidak pernah ingat kepada Alloh. Seseorang yang bertingkah laku seperti hewan, mengkonsumsi segala sesuatu yang diberikan padanya tanpa mau berfikir mengapa semua itu dianugerahkan dan siapa yang menganugerahkannya, sudah selayaknya mengubah tingkah laku seperti itu. Sebaliknya, bersyukur hanya disaat menerima nikmat besar saja tidak akan berarti, itulah sebabnya orang mukmin hendaknya tidak pernah lupa untuk bersyukur kepada Alloh.Berterima kasih kepada sesama manusia untuk menunjukkan perasaan senang dan menghargai atas pemberiannya dan menggunakan pemberiannya itu sebagaimana mestinya. Adapun bersyukur (berterima kasih) kepada Alloh sebagai pengakuan bahwa semua kenikmatan itu adalah pemberian dari Alloh dan selanjutnya pemberian itu digunakan pada apa-apa yang Alloh kehendaki, inilah yang disebut sebagai syukur. Lawan kata dari syukur nikmat adalah kufur nikmat, yaitu mengingkari bahwa kenikmatan bukan diberikan oleh Alloh, sehingga rizki yang diterimanya itu tidak dipergunakan pada apa-apa yang Alloh kehendaki, kufur nikmat berpotensi merusak keimanan. Alasan kenapa begitu pentingnya bersyukur kepada Alloh adalah fungsinya sebagai bukti keimanan dan pengakuan atas keesaan Alloh. Dalam salah satu ayat, bersyukur digambarkan sebagai wujud penyembahan tunggal kepada Alloh: “Hai orang-orang yang beriman! Makanlah diantara rezeki yang baik yang kami berikan kepadamu. Dan bersyukurlah kepada Alloh jika memang hanya Dia saja yang kamu sembah”.(QS. Al-Baqarah: 172). Pada ayat lain bersyukur digambarkan sebagai lawan kemusyrikan, telah diwahyukan: "Jika engkau mempersekutukan Robb, maka akan terbuang percumalah segala amalmu dan pastilah engkau menjadi orang yang merugi. Karena itu sembahlah Alloh olehmu dan jadilah orang yang bersyukur” (QS. Az-Zumar: 65-66).
Pernyataan menantang Iblis pada hari penolakannya untuk bersujud kepada Adam, menegaskan pentingnya bersyukur kepada Alloh: “Kemudian saya akan memperdayakan mereka dengan mendatanginya dari muka, dari belakang, dari kanan dan dari kiri. Dan Engkau tidak akan menemui lagi kebanyakan mereka sebagai golongan orang-orang yang bersyukur” (QS. Al-A'raf: 17).
Ayat di atas menjelaskan bahwa Iblis mencurahkan hidupnya semata-mata untuk menyesatkan manusia, tujuan utamanya untuk membuat manusia mengingkari nikmat Alloh. Apabila tindakan Iblis ini direnungkan betul-betul, jelaslah bahwa manusia akan tersesat apabila mengingkari nikmat Alloh.
Bersyukur kepada Alloh merupakan wujud ibadah kepada Alloh, manusia dikaruniai banyak kenikmatan dan diberitahu cara memanfaatkannya, dengan itu manusia diharapkan dapat taat patuh kepada penciptanya. “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang bercampur. Kami hendak mengujinya dengan beban perintah dan larangan. Karena itu Kami jadikan ia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang bersyukur, namun ada pula yang kufur”. (QS. Al-Insan: 2-3). Menurut ayat tersebut, bersyukur atau tidaknya manusia adalah tanda jelas beriman atau kufurnya seseorang, bersyukur juga berhubungan erat dengan keadaan di Akhirat, tidak ada hukuman yang dijatuhkan kepada orang beriman dan bersyukur: “Mengapa Alloh akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Alloh adalah Maha Mensyukuri (pembalas jasa kepada orang mukmin yang bersyukur) lagi Maha Mengetahui” (QS. An-Nisa: 147).
"Seandainya kalian menghitung nikmat Alloh, tentu kalian tidak akan mampu" (QS. An-Nahl: 18). Menurut ayat tersebut, jangankan menghitung nikmat, mengkategorikannya saja tidak mungkin sebab nikmat Alloh tidak terbatas banyaknya, karenanya seorang mukmin tidak seharusnya menghitung nikmat, melainkan berdzikir dan mewujudkan rasa syukurnya. Anggapan kebanyakan orang, bersyukur kepada Alloh hanya perlu dilakukan pada saat mendapatkan anugerah besar atau terbebas dari masalah besar adalah keliru, padahal jika mau merenung sebentar saja, mereka akan menyadari bahwa mereka dikelilingi oleh nikmat yang tidak terbatas banyaknya, setiap waktu, setiap saat, tercurah kenikmatan tidak terhenti, seperti hidup, kesehatan, kecerdasan, panca indra, udara yang dihirup dan lain-lainnya, pendek kata segala sesuatu yang memungkinkan orang untuk hidup diberikan oleh Alloh, sebagai balasan semua itu. Seseorang diharapkan dapat mengabdi kepada Alloh sebagai rasa syukurnya. Orang-orang yang tidak memperhatikan semua kenikmatan yang mereka terima, mereka ini termasuk kedalam golongan orang-orang yang mengingkari nikmat atau kufur nikmat. Rasa syukur atas segala karunia cinta dan kasih sayang yang Alloh SWT limpahkan kepada kita semua merupakan suatu hal yang wajib dimiliki oleh setiap hamba-Nya. Namun, tidak sedikit manusia yang lalai untuk selalu bersyukur, bahkan nikmat yang Alloh SWT turunkan justru menjadikannya berlaku sombong di atas bumi ini, mereka inilah yang telah terkena bisikan dari iblis, kaumnya dan pengikutnya.
Disisi lain, seorang hamba bila sedang mendapat kesulitan maka ia segera ingat sabda Rosululloh saw yaitu: "Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita". Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Alloh pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap "taat" dengan terus bersyukur maka Alloh akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi, maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur.
Saat Rosululloh saw sedang melaksanakan thawaf, Rosululloh saw bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet, setelah selesai thawaf Rosululloh saw bertanya kepada anak muda itu: "Kenapa pundakmu itu?" Jawab anak muda itu: "Ya Rosululloh, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur, saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia, saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda itu bertanya: "Ya Rosululloh, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua?" Nabi saw sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: "Sungguh Alloh ridho kepadamu, kamu anak yang sholeh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu".
Rosululloh saw pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan, "Kamu berdoa sudah bagus", kata Nabi saw, "Namun sayang makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan". Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat mudah dikabulkan Alloh, harta yang halal juga akan menjauhkan syaitan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya, maka berbahagialah orang-orang yang selalu dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.
Kata Nabi saw, "Amal sholeh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke Surga". Lalu para sahabat bertanya: "Bagaimana dengan engkau ya Rosululloh?". Jawab Rosululloh saw: "Amal sholeh aku pun juga tidak cukup". Lalu para sahabat kembali bertanya: "Kalau begitu dengan apa kita masuk Surga?". Nabi saw kembali menjawab: "Kita dapat masuk Surga hanya karena rahmat dan kebaikan Alloh semata". Mohon pada Alloh limpahan kasih sayang-Nya, kemudahan urusan dunia dan akhirat untuk kita. “Ya Alloh, perbaikilah agamaku yang ia merupakan benteng pelindung bagi urusanku. Dan perbaikilah duniaku untukku, yang ia menjadi tempat hidupku. Serta perbaikilah akhiratku, yang ia menjadi tempat kembaliku. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagiku dalam setiap kebaikan, serta jadikanlah kematian sebagai kebebasan bagiku dari segala kejahatan.” (H.R. Muslim). Kemudian ibadah yang bagaimanakah yang Alloh maksudkan?, Alloh berfirman:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Alloh dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya” (QS. Al-Bayyinah:5); “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Robb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal sholeh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Robb-nya” (QS. Al-Kahfi:110). Rosululloh saw bersabda: “Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami maka amalan itu tertolak” (HR. Bukhari dan Muslim).
Amal yang Alloh SWT sukai bukan diukur dari banyaknya, tetapi dari keberlanjutannya, sebagaimana dalam hadistnya: “Amalan yang paling dicintai oleh Alloh adalah amalan yang terus-menerus dikerjakan meskipun sedikit” (Muttafaqun ‘alaih).
“Sungguh aku tahu dari ummatku nanti akan ada yang datang pada hari kiamat dengan membawa amalan sebesar gunung Tihamah lalu Alloh menjadikan amalan mereka layaknya debu yang beterbangan,” Sahabat lalu mengatakan, “Ya Rosulullah sifatilah mereka dan terangkanlah karakter mereka supaya kami tidak termasuk golongan mereka sedangkan kami tidak menyadarinya.” Beliau lalu menjawab: “Mereka adalah saudara-saudara kalian warna kulitnya sama dengan warna kulit kalian dan mereka beribadah malam sebagaimana kalian, hanya saja ketika mereka mendapati waktu sendirian dan berkesempatan melakukan dosa, maka mereka melakukan kemaksiatan tersebut.” (HR. Ibnu Majah).
Rosululloh saw bersabda “Bekerjalah untuk kehidupan duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya dan bekerjalah untuk kehidupan akhiratmu seakan-akan kamu akan meninggal esok hari”.
Nabi Muhammad saw bersabda: “Bukanlah kekayaan itu lantaran banyaknya harta, akan tetapi kekayaan itu adalah kayanya jiwa” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan tujuan dari hadits tersebut di atas adalah anjuran agar kita terus menerus dalam beramal sholeh dengan kelembutan dan tidak pernah terputus amalnya.
Ibnu Taimiyah mendefinisikan, ibadah adalah melakukan segala sesuatu yang diridhoi dan dicintai oleh Alloh SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan yang diniatkan untuk mengharap keridhoan-Nya.
Ibadah secara umum dapat dipahami sebagai wujud penghambaan diri seorang makhluk kepada Sang Khaliq-nya. Penghambaan itu lebih didasari pada perasaan syukur atas semua nikmat yang telah dikaruniakan oleh Alloh SWT kepadanya. Kunci iman adalah ibadah, benar tidaknya ibadah seseorang sangat berpengaruh terhadap benar tidaknya imannya, dengan kata lain bila iman terpelihara maka dengan sendirinya ibadah pun berdampak teratur.
Kita menyadari bahwa hakikat hidup manusia dan tujuan Alloh SWT menciptakan manusia adalah untuk mengabdi hanya kepada-Nya, sebagaimana yang terkandung dalam Al Quran, Alloh SWT berfirman: “Tiadalah Aku (Alloh) menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Adz Dzariyat: 56).
Ali bin Abi Thalib ra (RadhiyAllohu anhu), mengelompokkan kedalam tiga model ibadah yang dilakukan umat islam yaitu :
Alloh menciptakan manusia dalam bentuknya yang sempurna, memiliki panca indra yang memungkinkan dirinya untuk merasakan dunia di sekelilingnya, membimbingnya menuju jalan yang benar, menciptakan air segar dan makanan yang berlimpah yang kesemuanya itu ditujukan untuk kesenangan manusia. Setiap orang yang berdoa dan berbuat baik disebut bersyukur kepada Alloh sebab orang-orang yang mengingkari nikmat Alloh pasti juga tidak pernah ingat kepada Alloh. Seseorang yang bertingkah laku seperti hewan, mengkonsumsi segala sesuatu yang diberikan padanya tanpa mau berfikir mengapa semua itu dianugerahkan dan siapa yang menganugerahkannya, sudah selayaknya mengubah tingkah laku seperti itu. Sebaliknya, bersyukur hanya disaat menerima nikmat besar saja tidak akan berarti, itulah sebabnya orang mukmin hendaknya tidak pernah lupa untuk bersyukur kepada Alloh.Berterima kasih kepada sesama manusia untuk menunjukkan perasaan senang dan menghargai atas pemberiannya dan menggunakan pemberiannya itu sebagaimana mestinya. Adapun bersyukur (berterima kasih) kepada Alloh sebagai pengakuan bahwa semua kenikmatan itu adalah pemberian dari Alloh dan selanjutnya pemberian itu digunakan pada apa-apa yang Alloh kehendaki, inilah yang disebut sebagai syukur. Lawan kata dari syukur nikmat adalah kufur nikmat, yaitu mengingkari bahwa kenikmatan bukan diberikan oleh Alloh, sehingga rizki yang diterimanya itu tidak dipergunakan pada apa-apa yang Alloh kehendaki, kufur nikmat berpotensi merusak keimanan. Alasan kenapa begitu pentingnya bersyukur kepada Alloh adalah fungsinya sebagai bukti keimanan dan pengakuan atas keesaan Alloh. Dalam salah satu ayat, bersyukur digambarkan sebagai wujud penyembahan tunggal kepada Alloh: “Hai orang-orang yang beriman! Makanlah diantara rezeki yang baik yang kami berikan kepadamu. Dan bersyukurlah kepada Alloh jika memang hanya Dia saja yang kamu sembah”.(QS. Al-Baqarah: 172). Pada ayat lain bersyukur digambarkan sebagai lawan kemusyrikan, telah diwahyukan: "Jika engkau mempersekutukan Robb, maka akan terbuang percumalah segala amalmu dan pastilah engkau menjadi orang yang merugi. Karena itu sembahlah Alloh olehmu dan jadilah orang yang bersyukur” (QS. Az-Zumar: 65-66).
Pernyataan menantang Iblis pada hari penolakannya untuk bersujud kepada Adam, menegaskan pentingnya bersyukur kepada Alloh: “Kemudian saya akan memperdayakan mereka dengan mendatanginya dari muka, dari belakang, dari kanan dan dari kiri. Dan Engkau tidak akan menemui lagi kebanyakan mereka sebagai golongan orang-orang yang bersyukur” (QS. Al-A'raf: 17).
Ayat di atas menjelaskan bahwa Iblis mencurahkan hidupnya semata-mata untuk menyesatkan manusia, tujuan utamanya untuk membuat manusia mengingkari nikmat Alloh. Apabila tindakan Iblis ini direnungkan betul-betul, jelaslah bahwa manusia akan tersesat apabila mengingkari nikmat Alloh.
Bersyukur kepada Alloh merupakan wujud ibadah kepada Alloh, manusia dikaruniai banyak kenikmatan dan diberitahu cara memanfaatkannya, dengan itu manusia diharapkan dapat taat patuh kepada penciptanya. “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang bercampur. Kami hendak mengujinya dengan beban perintah dan larangan. Karena itu Kami jadikan ia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang bersyukur, namun ada pula yang kufur”. (QS. Al-Insan: 2-3). Menurut ayat tersebut, bersyukur atau tidaknya manusia adalah tanda jelas beriman atau kufurnya seseorang, bersyukur juga berhubungan erat dengan keadaan di Akhirat, tidak ada hukuman yang dijatuhkan kepada orang beriman dan bersyukur: “Mengapa Alloh akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Alloh adalah Maha Mensyukuri (pembalas jasa kepada orang mukmin yang bersyukur) lagi Maha Mengetahui” (QS. An-Nisa: 147).
"Seandainya kalian menghitung nikmat Alloh, tentu kalian tidak akan mampu" (QS. An-Nahl: 18). Menurut ayat tersebut, jangankan menghitung nikmat, mengkategorikannya saja tidak mungkin sebab nikmat Alloh tidak terbatas banyaknya, karenanya seorang mukmin tidak seharusnya menghitung nikmat, melainkan berdzikir dan mewujudkan rasa syukurnya. Anggapan kebanyakan orang, bersyukur kepada Alloh hanya perlu dilakukan pada saat mendapatkan anugerah besar atau terbebas dari masalah besar adalah keliru, padahal jika mau merenung sebentar saja, mereka akan menyadari bahwa mereka dikelilingi oleh nikmat yang tidak terbatas banyaknya, setiap waktu, setiap saat, tercurah kenikmatan tidak terhenti, seperti hidup, kesehatan, kecerdasan, panca indra, udara yang dihirup dan lain-lainnya, pendek kata segala sesuatu yang memungkinkan orang untuk hidup diberikan oleh Alloh, sebagai balasan semua itu. Seseorang diharapkan dapat mengabdi kepada Alloh sebagai rasa syukurnya. Orang-orang yang tidak memperhatikan semua kenikmatan yang mereka terima, mereka ini termasuk kedalam golongan orang-orang yang mengingkari nikmat atau kufur nikmat. Rasa syukur atas segala karunia cinta dan kasih sayang yang Alloh SWT limpahkan kepada kita semua merupakan suatu hal yang wajib dimiliki oleh setiap hamba-Nya. Namun, tidak sedikit manusia yang lalai untuk selalu bersyukur, bahkan nikmat yang Alloh SWT turunkan justru menjadikannya berlaku sombong di atas bumi ini, mereka inilah yang telah terkena bisikan dari iblis, kaumnya dan pengikutnya.
Disisi lain, seorang hamba bila sedang mendapat kesulitan maka ia segera ingat sabda Rosululloh saw yaitu: "Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita". Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Alloh pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap "taat" dengan terus bersyukur maka Alloh akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi, maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur.
Saat Rosululloh saw sedang melaksanakan thawaf, Rosululloh saw bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet, setelah selesai thawaf Rosululloh saw bertanya kepada anak muda itu: "Kenapa pundakmu itu?" Jawab anak muda itu: "Ya Rosululloh, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur, saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia, saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda itu bertanya: "Ya Rosululloh, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua?" Nabi saw sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: "Sungguh Alloh ridho kepadamu, kamu anak yang sholeh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu".
Rosululloh saw pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan, "Kamu berdoa sudah bagus", kata Nabi saw, "Namun sayang makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan". Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat mudah dikabulkan Alloh, harta yang halal juga akan menjauhkan syaitan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya, maka berbahagialah orang-orang yang selalu dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.
Kata Nabi saw, "Amal sholeh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke Surga". Lalu para sahabat bertanya: "Bagaimana dengan engkau ya Rosululloh?". Jawab Rosululloh saw: "Amal sholeh aku pun juga tidak cukup". Lalu para sahabat kembali bertanya: "Kalau begitu dengan apa kita masuk Surga?". Nabi saw kembali menjawab: "Kita dapat masuk Surga hanya karena rahmat dan kebaikan Alloh semata". Mohon pada Alloh limpahan kasih sayang-Nya, kemudahan urusan dunia dan akhirat untuk kita. “Ya Alloh, perbaikilah agamaku yang ia merupakan benteng pelindung bagi urusanku. Dan perbaikilah duniaku untukku, yang ia menjadi tempat hidupku. Serta perbaikilah akhiratku, yang ia menjadi tempat kembaliku. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagiku dalam setiap kebaikan, serta jadikanlah kematian sebagai kebebasan bagiku dari segala kejahatan.” (H.R. Muslim). Kemudian ibadah yang bagaimanakah yang Alloh maksudkan?, Alloh berfirman:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Alloh dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya” (QS. Al-Bayyinah:5); “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Robb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal sholeh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Robb-nya” (QS. Al-Kahfi:110). Rosululloh saw bersabda: “Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami maka amalan itu tertolak” (HR. Bukhari dan Muslim).
Amal yang Alloh SWT sukai bukan diukur dari banyaknya, tetapi dari keberlanjutannya, sebagaimana dalam hadistnya: “Amalan yang paling dicintai oleh Alloh adalah amalan yang terus-menerus dikerjakan meskipun sedikit” (Muttafaqun ‘alaih).
“Sungguh aku tahu dari ummatku nanti akan ada yang datang pada hari kiamat dengan membawa amalan sebesar gunung Tihamah lalu Alloh menjadikan amalan mereka layaknya debu yang beterbangan,” Sahabat lalu mengatakan, “Ya Rosulullah sifatilah mereka dan terangkanlah karakter mereka supaya kami tidak termasuk golongan mereka sedangkan kami tidak menyadarinya.” Beliau lalu menjawab: “Mereka adalah saudara-saudara kalian warna kulitnya sama dengan warna kulit kalian dan mereka beribadah malam sebagaimana kalian, hanya saja ketika mereka mendapati waktu sendirian dan berkesempatan melakukan dosa, maka mereka melakukan kemaksiatan tersebut.” (HR. Ibnu Majah).
Rosululloh saw bersabda “Bekerjalah untuk kehidupan duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya dan bekerjalah untuk kehidupan akhiratmu seakan-akan kamu akan meninggal esok hari”.
Nabi Muhammad saw bersabda: “Bukanlah kekayaan itu lantaran banyaknya harta, akan tetapi kekayaan itu adalah kayanya jiwa” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan tujuan dari hadits tersebut di atas adalah anjuran agar kita terus menerus dalam beramal sholeh dengan kelembutan dan tidak pernah terputus amalnya.
Ibnu Taimiyah mendefinisikan, ibadah adalah melakukan segala sesuatu yang diridhoi dan dicintai oleh Alloh SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan yang diniatkan untuk mengharap keridhoan-Nya.
Ibadah secara umum dapat dipahami sebagai wujud penghambaan diri seorang makhluk kepada Sang Khaliq-nya. Penghambaan itu lebih didasari pada perasaan syukur atas semua nikmat yang telah dikaruniakan oleh Alloh SWT kepadanya. Kunci iman adalah ibadah, benar tidaknya ibadah seseorang sangat berpengaruh terhadap benar tidaknya imannya, dengan kata lain bila iman terpelihara maka dengan sendirinya ibadah pun berdampak teratur.
Kita menyadari bahwa hakikat hidup manusia dan tujuan Alloh SWT menciptakan manusia adalah untuk mengabdi hanya kepada-Nya, sebagaimana yang terkandung dalam Al Quran, Alloh SWT berfirman: “Tiadalah Aku (Alloh) menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Adz Dzariyat: 56).
Ali bin Abi Thalib ra (RadhiyAllohu anhu), mengelompokkan kedalam tiga model ibadah yang dilakukan umat islam yaitu :
- Ibadah Al Tujjar (Ibadahnya Pedagang).
Sebagian kita jumpai orang melaksanakan ibadah karena mengharap keuntungan, bahwa disuatu saat nanti Alloh SWT akan membayar hasil ibadah dengan pahala sehingga termotivasi beribadahnya ingin mendapatkan pahala dan ingin masuk Surga.
Menurut Ali bin Abi Thalib ra, orang yang beribadah kepada Alloh SWT karena mengharap imbalan itu adalah ibadahnya para pedagang, karena ibadahnya pedagang senantiasa yang terlintas dalam benak pikirannya adalah menghitung untung rugi.
Menurut Ali bin Abi Thalib ra, orang yang beribadah kepada Alloh SWT karena mengharap imbalan itu adalah ibadahnya para pedagang, karena ibadahnya pedagang senantiasa yang terlintas dalam benak pikirannya adalah menghitung untung rugi.
- Ibadah Al Abid (Ibadahnya Hamba Sahaya).
Ibadah hamba sahaya adalah orang yang melaksanakan ibadahnya karena takut dengan siksaan Alloh SWT, takut menghadapi azab pedih api neraka. Ali bin Abi Thalib ra menyatakan orang yang beribadah kepada Alloh SWT karena takut siksa api neraka, adalah ibadahnya hamba sahaya, dimana hamba sahaya atau budak belian, akan melaksanakan sesuatu ketika diperintahkan oleh majikannya dan meninggalkan suatu pekerjaan bila dilarang majikannya.
3 . Ibadah Asy Syakirin (Ibadahnya Hamba Alloh yang Bersyukur).
Ibadahnya orang-orang yang bersyukur kepada Alloh SWT, menurut Ali bin Abi Thalib ra, model ibadah inilah yang sebenarnya, dimana ibadah yang dilakukan didasari atas rasa syukur kepada Alloh SWT atas segala nikmat, anugerah dan karunia-Nya. Ibadah yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya karena cintanya kepada Alloh SWT, Ibadah yang dilaksanakan karena ada kerinduan kepada Yang Maha Penyayang, Yang Maha Pengasih, Yang Maha Indah, Yang Maha pemberi Nikmat, yang senantiasa penuh kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya. Alloh SWT, tidak pernah berhenti memberikan nikmat kepada hamba-hamba-Nya, nikmat dan anugerah-Nya terhampar dan berlimpah ruah di alam semesta ini, semua ciptaan-Nya diperuntukkan kepada semua hamba-Nya baik yang taat maupun yang durhaka sekalipun tiada luput dari pemberian-Nya. Namun demikian sebagian manusia berbuat dzalim dan mengingkari nikmat Alloh SWT tersebut.
Alloh SWT berfirman: “Dan Dia telah memberikan kepadamu segala yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Alloh, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya, sungguh manusia itu sangat dzalim dan sangat mengingkari (nikmat Alloh)” (QS. Ibrahim: 34).
Alloh SWT senantiasa memberikan dan tidak pernah berhenti mencurahkan nikmat kepada seluruh hamba-Nya, semestinya manusia pun tidak pernah berhenti untuk bersyukur kepada-Nya. Mensyukuri nikmat Alloh SWT yang menyebabkan bertambahnya nikmat, maka sudah selayaknya apabila seorang muslim yang bijaksana, akan mengusahakan sebanyak mungkin amal ibadahnya dalam bentuk apapun pada setiap hembusan nafas kehidupannya. Alloh SWT berfirman: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya pasti Kami (Alloh) akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat pedih (berat)” (QS. Ibrahim: 7). Muslim yang bijaksana tentunya menjadikan setiap anggota tubuhnya sebagai ladang untuk beramal ibadah, sebagai sarana untuk meningkatkan dan memperbanyak amal ibadah dengan demikian sebagai wujud syukur kaki dipergunakan untuk berjalan ke tempat majlis ilmu dan mengunjungi tempat kebaikan. Mata dipergunakan untuk melihat ciptaan Alloh SWT mengamati alam semesta, mata dipergunakan agar bisa membedakan yang haq dan bathil, sehingga akan menambah rasa syukur atas nikmat sepasang mata yang telah dianugerahkan oleh Alloh SWT. Sebagai rasa syukur lisan dipergunakan untuk berdzikir dan membaca Al Quran, mengucapkan kata-kata kebaikan, sehingga dengan demikian akan bertambah subur ibadahnya. Telinga dipergunakan sebagai sarana ibadah untuk mendengarkan Kalam Alloh SWT dan sunnah Rosululloh saw sehingga memudahkan perjalanannya menuju keridhoan-Nya. Atas dasar pemetaan tersebut di atas, maka idealnya setiap muslim menempatkan dan membangun rasa syukur didalam pribadinya yang dipraktekkan dalam ibadahnya setiap hari.
Alloh SWT berfirman: “Dan tiada diperintahkan mereka, melainkan supaya mereka beribadah kepada Alloh, dengan ikhlas mentaati-Nya, semata-mata karena (menjalankan) agama dan juga agar mendirikan shalat, menunaikan zakat, demikian itulah agama yang lurus (benar)” (QS. Al Bayyinah : 5).
Rosululloh saw bersabda: “Alloh tidak akan menerima amalan, melainkan amalan yang ikhlas dan hanya mencari keridho-an Alloh” (HR. Ibnu Majah).
Salah satu yang harus menjadi perhatian kita dalam beribadah adalah niat, karena itu setiap muslim harus senantiasa memperbaiki niat dalam ibadahnya, karena nilai amal perbuatan yang dikerjakan pada hakikatnya, kembali pada si pemiliknya dan tergantung kepada niatnya dan tiap orang hanyalah mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya. Dari Umar bin Khathab ra menuturkan bahwa ia mendengar Rosululloh saw bersabda: “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya dan sesungguhnya setiap orang itu tergantung terhadap apa yang diniatkannya. Maka barangsiapa berhijrah untuk memperoleh ridho Alloh dan Rosul-Nya maka hijrahnya akan memperoleh ridho Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau untuk mencari wanita yang akan ia nikahi, maka balasan hijrahnya sesuai dengan apa yang di niatkannya" (HR. Bukhari dan Muslim).
Semoga Alloh menjadikan kita dan kaum muslimin sebagai orang-orang yang mendapat cinta dari-Nya, Saudara-saudaraku mari kita segera berbenah diri, semoga Alloh mengampuni dosa-dosa kita dan memasukkan kita kedalam golongan hamba-Nya yang beriman.
Ya Alloh... berilah kami karunia untuk mencintai-Mu, mencintai orang-orang yang mencintai-Mu, serta mencintai amal yang bisa mendekatkan kami kepada cinta-Mu. Dalam riwayat Muslim, Rosululloh saw bersabda, "Sesungguhnya Alloh Ta'ala apabila mencintai seorang hamba, Dia menyeru Jibril seraya berfirman: Sesungguhnya Aku mencintai fulan maka cintailah ia. Lalu Jibril pun mencintainya. Kemudian Jibril menyeru di langit seraya berkata: Sesungguhnya Alloh mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka penduduk langit mencintainya. Kemudian dijadikan untuknya penerimaan di Bumi. Sebaliknya, apabila Alloh membenci seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril seraya berfirman: “Sesungguhnya Aku membenci fulan maka bencilah ia”. Maka JIbril membencinya. Lalu Jibril menyeru pada penduduk langit: Sesungguhnya Alloh membenci fulan, maka bencilah ia. Lalu penduduk langit membencinya. Kemudian diletakkan untuknya kebencian padanya di Bumi".
3 . Ibadah Asy Syakirin (Ibadahnya Hamba Alloh yang Bersyukur).
Ibadahnya orang-orang yang bersyukur kepada Alloh SWT, menurut Ali bin Abi Thalib ra, model ibadah inilah yang sebenarnya, dimana ibadah yang dilakukan didasari atas rasa syukur kepada Alloh SWT atas segala nikmat, anugerah dan karunia-Nya. Ibadah yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya karena cintanya kepada Alloh SWT, Ibadah yang dilaksanakan karena ada kerinduan kepada Yang Maha Penyayang, Yang Maha Pengasih, Yang Maha Indah, Yang Maha pemberi Nikmat, yang senantiasa penuh kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya. Alloh SWT, tidak pernah berhenti memberikan nikmat kepada hamba-hamba-Nya, nikmat dan anugerah-Nya terhampar dan berlimpah ruah di alam semesta ini, semua ciptaan-Nya diperuntukkan kepada semua hamba-Nya baik yang taat maupun yang durhaka sekalipun tiada luput dari pemberian-Nya. Namun demikian sebagian manusia berbuat dzalim dan mengingkari nikmat Alloh SWT tersebut.
Alloh SWT berfirman: “Dan Dia telah memberikan kepadamu segala yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Alloh, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya, sungguh manusia itu sangat dzalim dan sangat mengingkari (nikmat Alloh)” (QS. Ibrahim: 34).
Alloh SWT senantiasa memberikan dan tidak pernah berhenti mencurahkan nikmat kepada seluruh hamba-Nya, semestinya manusia pun tidak pernah berhenti untuk bersyukur kepada-Nya. Mensyukuri nikmat Alloh SWT yang menyebabkan bertambahnya nikmat, maka sudah selayaknya apabila seorang muslim yang bijaksana, akan mengusahakan sebanyak mungkin amal ibadahnya dalam bentuk apapun pada setiap hembusan nafas kehidupannya. Alloh SWT berfirman: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya pasti Kami (Alloh) akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat pedih (berat)” (QS. Ibrahim: 7). Muslim yang bijaksana tentunya menjadikan setiap anggota tubuhnya sebagai ladang untuk beramal ibadah, sebagai sarana untuk meningkatkan dan memperbanyak amal ibadah dengan demikian sebagai wujud syukur kaki dipergunakan untuk berjalan ke tempat majlis ilmu dan mengunjungi tempat kebaikan. Mata dipergunakan untuk melihat ciptaan Alloh SWT mengamati alam semesta, mata dipergunakan agar bisa membedakan yang haq dan bathil, sehingga akan menambah rasa syukur atas nikmat sepasang mata yang telah dianugerahkan oleh Alloh SWT. Sebagai rasa syukur lisan dipergunakan untuk berdzikir dan membaca Al Quran, mengucapkan kata-kata kebaikan, sehingga dengan demikian akan bertambah subur ibadahnya. Telinga dipergunakan sebagai sarana ibadah untuk mendengarkan Kalam Alloh SWT dan sunnah Rosululloh saw sehingga memudahkan perjalanannya menuju keridhoan-Nya. Atas dasar pemetaan tersebut di atas, maka idealnya setiap muslim menempatkan dan membangun rasa syukur didalam pribadinya yang dipraktekkan dalam ibadahnya setiap hari.
Alloh SWT berfirman: “Dan tiada diperintahkan mereka, melainkan supaya mereka beribadah kepada Alloh, dengan ikhlas mentaati-Nya, semata-mata karena (menjalankan) agama dan juga agar mendirikan shalat, menunaikan zakat, demikian itulah agama yang lurus (benar)” (QS. Al Bayyinah : 5).
Rosululloh saw bersabda: “Alloh tidak akan menerima amalan, melainkan amalan yang ikhlas dan hanya mencari keridho-an Alloh” (HR. Ibnu Majah).
Salah satu yang harus menjadi perhatian kita dalam beribadah adalah niat, karena itu setiap muslim harus senantiasa memperbaiki niat dalam ibadahnya, karena nilai amal perbuatan yang dikerjakan pada hakikatnya, kembali pada si pemiliknya dan tergantung kepada niatnya dan tiap orang hanyalah mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya. Dari Umar bin Khathab ra menuturkan bahwa ia mendengar Rosululloh saw bersabda: “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya dan sesungguhnya setiap orang itu tergantung terhadap apa yang diniatkannya. Maka barangsiapa berhijrah untuk memperoleh ridho Alloh dan Rosul-Nya maka hijrahnya akan memperoleh ridho Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau untuk mencari wanita yang akan ia nikahi, maka balasan hijrahnya sesuai dengan apa yang di niatkannya" (HR. Bukhari dan Muslim).
Semoga Alloh menjadikan kita dan kaum muslimin sebagai orang-orang yang mendapat cinta dari-Nya, Saudara-saudaraku mari kita segera berbenah diri, semoga Alloh mengampuni dosa-dosa kita dan memasukkan kita kedalam golongan hamba-Nya yang beriman.
Ya Alloh... berilah kami karunia untuk mencintai-Mu, mencintai orang-orang yang mencintai-Mu, serta mencintai amal yang bisa mendekatkan kami kepada cinta-Mu. Dalam riwayat Muslim, Rosululloh saw bersabda, "Sesungguhnya Alloh Ta'ala apabila mencintai seorang hamba, Dia menyeru Jibril seraya berfirman: Sesungguhnya Aku mencintai fulan maka cintailah ia. Lalu Jibril pun mencintainya. Kemudian Jibril menyeru di langit seraya berkata: Sesungguhnya Alloh mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka penduduk langit mencintainya. Kemudian dijadikan untuknya penerimaan di Bumi. Sebaliknya, apabila Alloh membenci seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril seraya berfirman: “Sesungguhnya Aku membenci fulan maka bencilah ia”. Maka JIbril membencinya. Lalu Jibril menyeru pada penduduk langit: Sesungguhnya Alloh membenci fulan, maka bencilah ia. Lalu penduduk langit membencinya. Kemudian diletakkan untuknya kebencian padanya di Bumi".
KISAH HIKMAH:
RAMADHAN TELAH MERUBAH PERILAKU SEORANG SAHABAT ROSUL
Bulan Ramadhan akan tiba sebulan lagi, datangnya bulan keberkahan dan ampunan memberikan harapan untuk meraih segala kebaikan yang ada di dalamnya, inilah saatnya untuk menggapai kemuliaan di sisi Alloh.
Orang yang berpuasa dengan benar dan baik, ia akan memiliki sikap kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi. Ia akan merasa malu bermegah-megahan, sementara kerabatnya, tetangganya penuh dengan kekurangan pangan. Pejabat yang berpuasa akan merasa malu melakukan korupsi, diskriminasi terhadap masyarakatnya. Seorang pejabat yang berpuasa tidak membedakan status seseorang, apakah orang tersebut priyayi, kyai atau cuma seorang petani, apakah orang itu pengusaha atau hanya rakyat jelata.
Sebuah hadits menceritakan suatu peristiwa yang menyangkut dua orang sahabat Nabi saw, yaitu Abu Dzar Al Ghifari dan Bilal bin Rabah. Kedua sahabat ini terlibat pertengkaran sengit. Saking sengitnya, Abu Dzar emosi dan ia tidak dapat mengontrol emosinya yang meluap. Dengan lantang ia mengatakan perkataan yang tidak patut diucapkan oleh seorang sahabat Nabi. Ia berteriak, ‘Hai anak dari perempuan hitam…” Rosululloh saw yang kebetulan berada diantara mereka memperhatikan pertengkaran mereka, lalu mendekati Abu Dzar dan menepuk pundaknya, seraya bersabda, “ Terlalu… terlalu…terlalu… tidak ada kelebihan orang berkulit putih atas orang berkulit hitam dan seseorang atas lainnya kecuali karena takwanya”. Mendengar teguran Nabi saw kepadanya, Abu Dzar serta merta menjatuhkan dirinya dan meratakan pipinya ke tanah dan dengan berlinang air mata ia meminta Bilal agar menginjak kepalanya sebagai tebusan yang mungkin dapat melunasi keangkuhannya.
Kita diperintahkan untuk senantiasa bertaubat, karena tidak ada seorang pun di antara kita yang terbebas dari dosa. Rosululloh saw mengingatkan, “Setiap keturunan Adam itu banyak melakukan dosa dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat” (HR. Tirmidzi).
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Alloh dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Robb kamu akan menghapuskan kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai” (QS. At Tahrim: 8).
Dan sebagaimana diriwayatkan, semenjak peristiwa itu Abu Dzar yang kaya-raya dari keturunan keluarga terhormat, mengubah pola hidupnya dengan menyediakan hartanya untuk bantuan sosial. Ia menjadi pembela dan juru bicara bagi para dhu’afa yang dilemahmiskinkan oleh struktur sosial dan sistem. Inilah Ramadhan, bulan yang hanya ada satu kali dalam satu tahun yang tahun-tahun mendatang kita tidak akan pernah tahu apakah kita masih bisa bersamanya atau tidak.
RAMADHAN TELAH MERUBAH PERILAKU SEORANG SAHABAT ROSUL
Bulan Ramadhan akan tiba sebulan lagi, datangnya bulan keberkahan dan ampunan memberikan harapan untuk meraih segala kebaikan yang ada di dalamnya, inilah saatnya untuk menggapai kemuliaan di sisi Alloh.
Orang yang berpuasa dengan benar dan baik, ia akan memiliki sikap kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi. Ia akan merasa malu bermegah-megahan, sementara kerabatnya, tetangganya penuh dengan kekurangan pangan. Pejabat yang berpuasa akan merasa malu melakukan korupsi, diskriminasi terhadap masyarakatnya. Seorang pejabat yang berpuasa tidak membedakan status seseorang, apakah orang tersebut priyayi, kyai atau cuma seorang petani, apakah orang itu pengusaha atau hanya rakyat jelata.
Sebuah hadits menceritakan suatu peristiwa yang menyangkut dua orang sahabat Nabi saw, yaitu Abu Dzar Al Ghifari dan Bilal bin Rabah. Kedua sahabat ini terlibat pertengkaran sengit. Saking sengitnya, Abu Dzar emosi dan ia tidak dapat mengontrol emosinya yang meluap. Dengan lantang ia mengatakan perkataan yang tidak patut diucapkan oleh seorang sahabat Nabi. Ia berteriak, ‘Hai anak dari perempuan hitam…” Rosululloh saw yang kebetulan berada diantara mereka memperhatikan pertengkaran mereka, lalu mendekati Abu Dzar dan menepuk pundaknya, seraya bersabda, “ Terlalu… terlalu…terlalu… tidak ada kelebihan orang berkulit putih atas orang berkulit hitam dan seseorang atas lainnya kecuali karena takwanya”. Mendengar teguran Nabi saw kepadanya, Abu Dzar serta merta menjatuhkan dirinya dan meratakan pipinya ke tanah dan dengan berlinang air mata ia meminta Bilal agar menginjak kepalanya sebagai tebusan yang mungkin dapat melunasi keangkuhannya.
Kita diperintahkan untuk senantiasa bertaubat, karena tidak ada seorang pun di antara kita yang terbebas dari dosa. Rosululloh saw mengingatkan, “Setiap keturunan Adam itu banyak melakukan dosa dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat” (HR. Tirmidzi).
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Alloh dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Robb kamu akan menghapuskan kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai” (QS. At Tahrim: 8).
Dan sebagaimana diriwayatkan, semenjak peristiwa itu Abu Dzar yang kaya-raya dari keturunan keluarga terhormat, mengubah pola hidupnya dengan menyediakan hartanya untuk bantuan sosial. Ia menjadi pembela dan juru bicara bagi para dhu’afa yang dilemahmiskinkan oleh struktur sosial dan sistem. Inilah Ramadhan, bulan yang hanya ada satu kali dalam satu tahun yang tahun-tahun mendatang kita tidak akan pernah tahu apakah kita masih bisa bersamanya atau tidak.
HIDUP ADALAH ANUGERAH BAGI JIWA YANG IKHLAS
Saat terjadi musim kemarau.. orang merindukan musim hujan...
Saat terjadi musim hujan.. orang merindukan musim kemarau...
Orang yang diam di rumah merindukan untuk bepergian..
namun setelah bepergian merindukan kembali ke rumah...
Di suasana hening dirinya mencari keramaian, di suasana ramai dirinya mencari keheningan...
Jika semua yang kita kehendaki terus kita miliki, darimana kita belajar ikhlas...
Jika semua yang kita impikan dapat segera terwujud, darimana kita belajar sabar...
Jika setiap doa kita mohonkan dengan mudah dikabulkan, bagaimana kita dapat belajar ikhtiar...
Seorang yang dekat dengan Penciptanya, bukan berarti tidak ada air mata...
Seorang yang taat kepada Penciptanya, bukan berarti tidak ada kekurangan...
Seorang yang berkecukupan, bukan berarti tidak ada masa-masa sulit...
Biarlah Alloh yang berkuasa sepenuhnya atas hidup kita, karena Dia tahu yang tepat untuk memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya...
Bersyukurlah apabila kita tidak tahu sesuatu, karena dengan itu memberi pada kita kesempatan untuk belajar...
Bersyukurlah untuk masa-masa sulit, karena dimasa itulah kita tumbuh berkembang...
Bersyukurlah untuk keterbatasan kemampuan kita, karena dengan itu memberi kita kesempatan untuk mengembangkan keterampilan...
Bersyukurlah untuk setiap tantangan baru, karena dengan itu akan membangun kekuatan dan karakter seorang hamba Alloh yang terbaik...
Bersyukurlah untuk kesalahan yang telah diperbuat, karena dengan itu kita mendapat pelajaran yang sangat berharga agar tidak terulang kembali...
Saat terjadi musim kemarau.. orang merindukan musim hujan...
Saat terjadi musim hujan.. orang merindukan musim kemarau...
Orang yang diam di rumah merindukan untuk bepergian..
namun setelah bepergian merindukan kembali ke rumah...
Di suasana hening dirinya mencari keramaian, di suasana ramai dirinya mencari keheningan...
Jika semua yang kita kehendaki terus kita miliki, darimana kita belajar ikhlas...
Jika semua yang kita impikan dapat segera terwujud, darimana kita belajar sabar...
Jika setiap doa kita mohonkan dengan mudah dikabulkan, bagaimana kita dapat belajar ikhtiar...
Seorang yang dekat dengan Penciptanya, bukan berarti tidak ada air mata...
Seorang yang taat kepada Penciptanya, bukan berarti tidak ada kekurangan...
Seorang yang berkecukupan, bukan berarti tidak ada masa-masa sulit...
Biarlah Alloh yang berkuasa sepenuhnya atas hidup kita, karena Dia tahu yang tepat untuk memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya...
Bersyukurlah apabila kita tidak tahu sesuatu, karena dengan itu memberi pada kita kesempatan untuk belajar...
Bersyukurlah untuk masa-masa sulit, karena dimasa itulah kita tumbuh berkembang...
Bersyukurlah untuk keterbatasan kemampuan kita, karena dengan itu memberi kita kesempatan untuk mengembangkan keterampilan...
Bersyukurlah untuk setiap tantangan baru, karena dengan itu akan membangun kekuatan dan karakter seorang hamba Alloh yang terbaik...
Bersyukurlah untuk kesalahan yang telah diperbuat, karena dengan itu kita mendapat pelajaran yang sangat berharga agar tidak terulang kembali...
sumber : Salur Qurban Amanah